Pengertian, Sasaran, Arah dan Perkembangan, serta Ahli-Ahli Pikir yang Menonjol pada Zaman Renaissance

Ternyata sudah dua bulan saya tidak menulis di blog meskipun awalnya berencana ingin selalu menerbitkan tulisan-tulisan yang ala kadarnya itu, haha… Comeback saya kali ini bisa dikatakan mengangkat tema berat, yakni Sejarah Pemikiran Modern: Renaissance. Bukan tanpa alasan, karena saya pun kembali bergelut dengan mata kuliah yang saat ini tengah saya tempuh.

Biar tidak semakin bertele-tele, langsung saja pada pembahasannya, ya. Lantas, apakah kamu mengetahui apa itu Renaissance? Siapa saja filsuf atau ahli-ahli pikir yang turut andil dalam mencetuskan gagasannya pada masa ini? Yuk, cari tahu dengan membaca ulasan ini sampai tuntas!

Nicolaus Copernicus (www.nationalgeographic.com)

A. Pengertian Renaissance


Zaman baru diawali usai masa Abad Tengah berakhir, yang mana kondisi politik dan sosialnya sangat berbeda. Zaman ini dikenal dengan zaman Renaissance atau dari kata renaissance yang berarti lahir kembali, re = kembali dan nasci = dilahirkan yang berasal dari bahasa Itali rinascimento atau bahasa Prancis re naitre. Renaissance juga menunjukkan adanya gerakan yang ingin melahirkan kembali kebudayaan Yunani-Romawi Klasik, yang selama Abad Tengah dianggap mati.

Sebagai gerakan kultural, Renaissance memberi reaksi terhadap kebudayaan Abad Tengah yang dogmatis dan mengekang kebebasan berpikir manusia dalam mengembangkan pengetahuan dan mencari kebenaran. Gerakan Renaissance menghendaki lahirnya kembali manusia yang bebas dan ingin menempatkan kembali manusia pada posisi yang sentral dalam mengembangkan peradaban, seperti zaman Yunani Kuno.

Dalam pengertian periode waktu, Renaissance merupakan masa transisi yang mengakhiri masa Abad Tengah dan mengawali masa modern, meliputi masa Abad XV dan XVI. Pada zaman Renaissance, walaupun manusia hidup bebas dalam menentukan corak hidupnya dan tidak terikat lagi oleh doktrin agama dari gereja, tetapi tidak berarti keimanannya tipis atau tidak menghargai agama dalam kehidupannya.

Pada masa ini, muncul kembali penghargaan tinggi kepada akal pikiran manusia. Pikiran atau otak manusia adalah unsur yang penting dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, pikiran manusia tidaklah dapat dibelenggu, baik oleh kekuasaan ataupun kekuasaan, serta agama ataupun negara.

B. Gerakan Renaissance dan Sasarannya


Seperti yang telah diketahui bahwa gerakan Renaissance menghendaki lahirnya kembali manusia yang bebas dan ingin menempatkan kembali manusia pada posisi yang sentral dalam mengembangkan peradaban, seperti zaman Yunani Kuno. Oleh karenanya, gerakan ini sering disebut gerakan humanisme. Penghargaan yang tinggi terhadap manusia inilah yang menyebabkan gerakan Renaissance selalu mengungkapkan kembali slogan yang dahulu sangat terkenal pada zaman Yunani Kuno, yang disampaikan oleh Protagoras yang berbunyi "manusia adalah ukuran segala-galanya", man is measured of all things.

Gerakan Renaissance memiliki tiga sasaran atau yang sering dislogankan oleh Liberasi, Otonomi, dan Emansipasi. Dengan Liberasi berarti bahwa gerakan Renaissance menghendaki munculnya kembali manusia yang bebas, yang tidak dibatasi dan dibelenggu lagi oleh dogma atau gereja. Dengan slogan Otonomi berarti bahwa gerakan Renaissance menghendaki kebebasan yang bersifat otonom, terutama dalam merumuskan norma-normanya sendiri dalam bermasyarakat dan berkebudayaan. Sementara, dalam Emansipasi berarti bahwa gerakan Renaissance menghendaki munculnya manusia yang bebas dan mandiri dalam mengembangkan pengetahuan dan mencari kebenaran dengan tidak bergantung dan ditentukan oleh otoritas, baik gereja maupun negara.

Baca Juga: Pemikiran pada Masa Pencerahan (Aufklarung) Menyebabkan Revolusi Prancis?

C. Arah dan Perkembangan Zaman Renaissance


Arah dan perkembangan zaman Renaissance merujuk pada suatu kenyataan bahwa peranan ilmu kodrat dan ilmu negara ternyata lebih besar dalam penentuan perkembangan pemikiran filsafati pada abad-abad selanjutnya. Sejak Abad XV, filsafat mempunyai arti dan makna yang baru, yakni filsafat semakin lepas dari agama. Dengan terlepas dari ajaran-ajaran agama, orang beranggapan bahwa hidup bermasyarakat bagi manusia adalah sesuatu yang mempunyai hukumnya sendiri.

Norma-norma alam kodrat adalah sesuatu yang bukan diciptakan oleh suatu otoritas, melainkan merupakan peristiwa-peristiwa di dalam alam kodrat itu sendiri. Manusia digugah untuk berpikir tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan alam. Kemudian, timbul pandangan kefilsafatan yang bertolak pada prinsip bahwa alam kodrat yang menampakkan diri pada manusia bukanlah sebagai sesuatu yang hanya sekadar direnung, tetapi haruslah dikuasai dan digunakan. Akibatnya, sikap manusia beralih dari nilai-nilai rohaniah ke nilai teknik atau praktik.

Pandangan baru ini mengajarkan bahwa manusia harus bisa memanfaatkan alam di mana ia berada. Alam kodrat merupakan satu-satunya 'ada' dan objek utama dari pengetahuan sehingga yang disebut pengetahuan pada waktu itu adalah pengetahuan alam kodrat. Pengertian pemikiran filsafat menemukan kadarnya terbesar pada hal-hal yang bersifat alam kodrat. Ini berarti pemikiran pada zaman Renaissance memberikan pandangan baru terhadap nilai-nilai pemikiran filsafat Yunani Kuno dan adanya perhatian khusus terhadap alam di mana manusia berada, serta mempunyai perhatian terhadap masyarakat di mana manusia hidup dan berhadapan dengan kekuasaan-kekuasaan yang ada dalam masyarakat.

D. Filsuf yang Menonjol pada Zaman Renaissance


Ahli-ahli pikir atau filsuf pada zaman Renaissance dapat digolongkan menjadi tiga, yakni sebagai berikut.

a. Mempunyai perhatian khusus terhadap alam kodrat

1. Leonardo da Vinci (1452-1519)

Mengajarkan bahwa alam kodrat hanya bisa dipahami melalui pengalaman kita dan untuk itu harus ditempuh perubahan-perubahan melalui ilmu alam dan ilmu pasti.

2. Nicolaus Copernicus (1473-1543)

Mengajarkan bahwa yang menjadi pusat tata surya adalah planet matahari, bukan planet bumi, sehingga bukan matahari yang mengelilingi bumi, melainkan bumilah yang mengelilingi matahari atau disebut teori heliosentris.

3. Giordano Bruno (1548-1600)

Mengajarkan bahwa alam semesta terdiri atas dunia-dunia yang tidak terbatas luasnya, yang semuanya menyatakan sebagai satu kesatuan. Dalam alam semesta itu, manusia disebut sebagai sebuah bagian, baik alam semesta atau Tuhan yang tercermin di dalamnya.

Baca Juga: Pandangan Utama Georg Wilhelm Friedrich Hegel tentang Roh Absolut

b. Mempunyai perhatian terhadap kehidupan masyarakat

1. Niccolò Machiavelli (1469-1527)

Mengajarkan bahwa dalam mengelola negara penguasa harus mengabaikan ajaran kesusilaan dan pandangan hidup Kristen karena dengan ajaran kesusilaan dan agama dapat merugikan praktik kenegaraan, maka harus dibuang sama sekali. Tata tertib, keamanan, dan ketenteraman adalah tujuan-tujuan negara yang dikejar.

Hal ini hanya dapat dicapai oleh pemerintahan raja yang tidak mau dihalang-halangi oleh barang sesuatu pun untuk mencapainya. Bahkan, jika negara akan dirugikan, maka raja tidak perlu menepati janji. Ajaran ini sering dikritik sebagai ajaran yang 'menghalalkan segala cara demi tujuan'. Semua ajarannya termuat dalam karya terkenalnya berjudul Il Principle atau Buku Pelajaran untuk Raja.

2. Thomas Morus (1478-1535)

Dalam buku Uthopia, yang bersifat fiksi politik, memberikan gambaran akan adanya sebuah negara, antah-berantah, yang rakyatnya dapat menikmati kebebasan agama, serta kehidupan yang sejahtera dan serbadamai.

3. Jean Bodin (1530-1596)

Mengajarkan bahwa filsafat negara harus mengambil pelajaran-pelajaran dari sejarah kehidupan lembaga politik yang pernah ada. Negara tidak mungkin berpihak pada suatu agama tertentu dan negara harus bersifat adil, yang artinya bahwa setiap orang dalam negara harus mempunyai hak-hak dan kewajiban yang sama.

c. Mempunyai perhatian terhadap masalah kefilsafatan

Filsuf yang pemikirannya dianggap sebagai mata rantai yang menggabungkan Abad Tengah dan masa modern adalah Nicolaus Cusanus (1401-1464). Ini karena pemikiran Nicolaus dianggap sebagai penghubung dua masa sebab pemikirannya sudah melebihi abad tengah. Bahkan, keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimental sudah menunjukkan diri kepada ilmu pengetahuan modern yang akan datang.

De Docta (1440) atau Kesadaran akan Ketidaktahuan menjadi karya terpenting Nicolaus dalam bidang filsafat. Dalam karya ini, Nicolaus membedakan adanya tiga macam pengenalan:
  1. Pengenalan yang dicapai melalui pancaindra, tetapi pengenalan ini sifatnya kurang sempurna;
  2. Pengenalan yang dicapai melalui rasio, yang mana membentuk konsep-konsep atas dasar pengenalan indrawi dan aktivitasnya sama sekali dikuasai oleh prinsip nonkontradiksi. Namun, pengenalan rasional tidak melebihi dugaan saja;
  3. Pengenalan yang dicapai melalui intuisi. Dengan intuisi, manusia dapat mencapai yang tidak berhingga, objek tertinggi filsafat, di mana tidak ada hal-hal yang berlawanan (karena semuanya sudah dipersatukan).

Pada poin ketiga, Allah adalah objek sentral intuisi manusia karena dalam diri Allah, semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan-keberadaan berhingga atau yang terbatas. Semua makhluk berhingga atau yang terbatas berasal dari Allah Pencipta dan akan kembali kepada-Nya. Kesimpulannya, pengetahuan yang tertinggi menurut Nicolaus adalah mengakui bahwa kita tidak mengetahui apa-apa (docta ignorantia).

Baca Juga: Hikmah Mempelajari Renaissance, Menghendaki Manusia yang Bebas dan Tidak Dibelenggu oleh Dogma



Referensi:
Mulyono dan Slamet Subeki. (2019). Sejarah Pemikiran Modern BMP 1-9 BING4324. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.